Selasa, 12 Januari 2010

JADI KAMERAMEN

Jadi kameramen

Kameramen atau yang biasa disebut tukang shooting oleh orang desa, adalah orang yang tudanya menyoting. Atau mengambil gambar. Atau tukang dokumentasi. Atau dokumentator. Atau orang kurang kerjaan yang sengaja nyari uang karena nggak ada pekerjaan. Atau mahasiswa yang nggak lulus lulus seperti aku.

Tadi pagi, sekitar jam 7 sampai jam 9, yang berarti hari Selasa 12 januari 2010, aku sempat jadi kameramen. Dimintai bantuan seorang teman UNS, anak FKIP jurusan pendiikan luar biasa. Aku berada di satu yayasan yang mengelola anak-anak luar biasa. Entah apa makna kata luar biasa disini. Mungkin anak atau cucu para superhero sekolah disini. Atau keturunan para Ksatria dari Jawa yang sakti mandraguna.

Wateper. Aku lebih memilih menjalankan tugasku dengan sebaik-baiknya. Jadi mesin. Jadi robot. Karena setahuku ada beberapa peraturan yang tak pernah ditulis untuk jadi kameramen.

1. Harus bisa mengatur nafas dengan baik. Apalagi untuk orang-orang amatir seperti aku. Jangan sampai hasil rekamannya nanti berisi deru nafas.

2. Tenang. Sabar. Karena dua hal ini bisa mengurangi guncangan. Gambar bisa sedikit bagus. Sedikit.

3. Pergelangan tangan harus kuat. Apalagi untuk kameramen miskin seperti aku. Tidak ada tripot. Maka gunakanlah alat seadanya. Ada meja, pakai meja. Ada kursi, pakai kursi. Tak ada semuanya, pakai saja tubuhmu.

4. Jangan banyak memainkan zoom, karena gambar bisa tidak enak dilihat.

Tapi tadi pagi aku melanggar itu semua. Aku terfokus pada manusia-manusia ajaib kekasih para Tuhan. Ada yang selalu bersholawat. Ada juga yang galaknya minta ampun. Tapi satu hal yang pasti mereka menjalani hidup ini penuh dengan ketulusan.

Terkadang enak juga sekolah disana. Sekolahnya bebas. Tak banyak aturan. Jika tak banyak aturan mungkin juga tak banyak pelanggaran. Lho ini kan mau ngomong soal kameramen?